Popular Post

Posted by : Unknown Rabu, 04 Mei 2011



Oleh:
Aris Ali Ridho
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Unila


Berbicara masalah perburuhan di Indonesia itu teramat sangat rumit, kompeks tidak pernah kunjung menunjukan titik terang. Permasalahan perburuhan hanya dipandang sebagai problema amunisi politis, yang keberadaan masalahnya dimanfaatkan hanya untuk kepentingan politik sesaat, sehingga masalah tersebut dibiarkan selalu ada atau selalau tidak tuntas.

Buruh merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses produksi dan kelangsungan usaha. Namun selama ini keberadaannya justru kurang mendapatkan perhatian dan bahkan selalu berada di bawah tekanan akibat regulasi pemerintah yang tidak memperhatikan nasib buruh.


Ditengah kehidupan yang semakin sulit, buruh hanya diberikan upah yang relatif rendah namun, disisi lain buruh selalu dituntut untuk meningkatkan produktivitas yang sedemikian tinggi, dengan harapan buruh mampu memberikan keuntungan yang besar bagi kalangan dunia usaha atau pengusaha. Sebuah fenomena ketimpangan yang sangat mencolok antara upah yang diterima dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha melalui peningkatan produktifitas buruh.

Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya melindungi hak-hak buruh dengan aturan-aturan yang dibuatnya, seringkali atau bahkan tidak memainkan peranannya untuk membela hak-hak buruh. Pemerintah tidak pernah menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk pengembangan kompetensi dan kesejahteraan buruh. Parahnya, pemerintah justru lebih rela mengorbankan nasib buruh dengan mengatasnamakan investasi atau kepentingan investor. Karena itu, tak mengherankan jika kemampuan dan tingkat kesejahteraan buruh masih jauh dari layak. Apalagi peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan tidak cukup mengakomodasi kepentingan buruh.

Maka dari itu, tidaklah salah apabila para buruh memanfaatkan momentum peringatan hari buruh untuk menyuarakan kepentingannya. Momentum ini tentunya menjadi harapan besar bagi para buruh kepada pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan buruh serta mencari formula yang pas demi meningkatkan kesejahteraan serta menjamin kelangsungan nasib buruh. Terutama melalui salah satu RUU di bidang ketenagakerjaan yang tengah di bahas di DPR, yakni RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

RUU BPJS, yang telah tertunda selama 7 tahun, hingga sampai saat ini pun pembahasan masih selalu saja tersendat. Padahal  RUU tersebut nantinya dapat memberikan jaminan sosial yang lebih baik bagi seluruh warga Indonesia khususnya untuk masyarakat kecil. BPJS merupakan turunan dari UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang seharusnya  sudah terbentuk pada 19 Oktober 2009. Akibat belum adanya BPJS ini, SJSN yang menjadi dasar hukum terbentuknya jaminan sosial masyarakat belum bisa diterapkan

BPJS merupakan gabungan dari asuransi sosial dan bantuan sosial. Setiap warga nantinya membayar iuran untuk jaminan sosialnya, namun bagi yang tidak mampu akan dibayari pemerintah. Jenis program jaminan sosial itu yakni jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, pensiun, hari tua dan kematian. BPJS sangat diperlukan terutama bagi masyarakat kecil yang selama ini tidak terpenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan sosialnya oleh negara.

Selama ini memang pemerintah telah mekaksanakan jaminan sosial dengan membentuk Jamkesmas bagi warga miskin  dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi para pekerja. Akan tetapi Jamkesmas lebih dapat dipahami bukan sebagai bentuk jaminan sosial tetapi merupakan bantuan sosial atau charity yang tidak mengikat secara konstitusional. Sedangkan Jamsostek belum mampu untuk meng-cover seluruh pekerja formal untuk berada di dalamnya.

Pemerintah penting untuk segera melaksanakan jaminan sosial bagi seluruh rakyat dengan segara mengesahkan RUU BPJS, sebagai lembaga non-profit yang menyelenggarakan jaminan sosial. BPJS harus berorientasi mewujudkan sistem jaminan sosial yang lebih progresif. Amerika sebagai negara kapitalis-pun ternyata masih memikirkan jaminan sosial bagi rakyatnya. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU BPJS.

RUU BPJS sudah selayaknya menjadi isu bersama seluruh elemen masyarakat, baik masyarakat umum, DPR, LSM dan pers. Pasalnya, RUU ini menyangkut soal kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Tentunya dapat kita pahami bersama, bahwa tidak ada kesejahteraan tanpa jaminan sosial, karena pada dasarnya jaminan sosial dapat mengatur kesejahteraan buruh secara komprehensif. Semoga!.

*) Artikel ini juga ditrbitkan di Harian Umum Lampung Post pada Hari Selasa, 03 Mei 2011 di kolom Opini.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © arisaliridho.com - Edited - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -